twitter
rss

September 02

Oleh Lalu Hamdian Affandi di Grup Peduli Pendidikan Inovatif & Ramah Masa Depan Anak (Berkas)


persoalan pendidikan yang paling mendesak dewasa ini adalah menggemuruhnya keluhan dari masyarakat yang berkaitan dengan perilaku anak yang notabene merupakan siswa sekolah, atau lulusan dari sekolah yang merupakan produk sistem pendidikan kita. keluhan itu berkisar dari perilaku senang hura-hura, konsumsi narkoba, pergaulan bebas, selebritis wana be, serta seabrek keluhan lainnya.


persoalan-persoalan itu, memang tidak murni menjadi tanggung jawab sekolah. dalam hitungan kasar dan goblok yang saya lakukan, saya menyimpulkan bahwa waktu yang digunakan siswa di luar sekolah jauh lebih besar dari waktu yang dihabiskan siswa di sekolah. karena itu, menjadi sangat tidak fair ketika kita kemudian menyalahkan sekolah sebagai pihak yang paling bertanggung jawab karena belum mampu menghilangkan perilaku menyimpang itu.


jika dianalisis, sebab-sebab perilaku menyimpang itu antara lain : situasi lingkungan tempat tinggal siswa, termasuk kondisi keluarga, teman sebaya,situasi masyarakat secara umum, serta pengaruh media massa.


hasil penelitian mazdalifah menunjukkan bahwa anak yang menonton televisi menganggap tayangan televisi sebagai hal nyata dan cenderung meniru apa yang ditayangkan di televisi (2004). pada saat yang sama, pengalaman emosional anak di lingkungan masyarakat juga menjadi kerangka rujukannya dalam bertindak. hal ini dibuktikan oleh penelitian abdi stepu terhadap pola perilaku remaja yang dibesarkan di lingkungan prostitusi (2004). lebih jauh lagi, pola-pola asuh orang tua memberikan dampak signifikan terhadap pola perilaku anak di sekolah dan lingkungan masyarakat (Garliah dan Nasution, 2005). kesimpulannya, pola-pola perilaku menyimpang yang dilakukan oleh anak dan remaja lebih banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar lingkungan sekolah.


lantas bagaimana sekolah harus menyikapinya? pertanyaan ini ingin saya jawab dengan ringkasan sebuah hasil penelitian pengembangan yang dilakukan Ajat Sudrajat dan Marzuki, dua orang dosen fakultas ilmu sosial dan ekonomi universitas negeri yogyakarta yang bercita-cita mengembangkan model pengembangan kultur akhlak mulia pada beberapa SMP di DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Yogyakarta dari tahun 2009 sampai 2010. hasil penelitian ini menunjukkan bahwa untuk membentuk akhlak yang baik di sekolah, diperlukan tindakan sistematis berupa :


1. Sekolah sebaiknya merumuskan visi, misi, dan tujuan sekolah yang secara tegas


menyebutkan keinginan terwujudnya kultur akhlak mulia di sekolah; 2. cukup penting diperhatikan


perlunya persepsi yang sama di antara warga sekolah bahkan juga persepsi orang tua siswa dan masyarakat dan didukung oleh pimpinan sekolah (kepala sekolah) yang memiliki komitmen tinggi; 3.diperlukan program-program sekolah yang secara tegas dan rinci mendukung terwujudnya kultur akhlak mulia tersebut; 4.Pengembangan kultur akhlak mulia di sekolah juga memerlukan peraturan atau tata tertib sekolah yang tegas dan rinci; 5.Agar pengembangan kultur akhlak mulia lebih efektif, diperlukan keteladanan dari para guru (termasuk kepala sekolah) dan para karyawan; 6. Diperlukan juga dukungan nyata dari komite sekolah baik secara moral maupun


material demi kelancaran pengembangan kultur akhlak mulia di sekolah ini; 7. Orang tua siswa dan masyarakat juga berpengaruh besar dalam pengembangan kultur akhlak mulia di kalangan siswa, terutama di luar sekolah; 8. Tiga pusat pendidikan seharusnya seiring dan sejalan (sinergis) demi kelancaran pengembangan kultur akhlak mulia bagi para siswa; 9. Membangun komunikasi yang harmonis antara guru, orang tua siswa, dan masyarakat dalam rangka mewujudkan kultur akhlak mulia di kalangan siswa di sekolah juga sangat penting diadakan.


jika hasil penelitian itu diringkas lagi, maka beberapa pilar pembentukan akhlak mulia di sekolah adalah : dibutuhkan visi pembentukan akhlak mulia disertai rangkaian kebijakan dan komitmen serta tata tertib yang jelas serta tegas; keteladanan dari seluruh stakeholder pendidikan seperti kepala sekolah, guru, karyawan sekolah, dan orang tua; jalinan komunikasi yang menghasilkan kerja sama yang apik antara sekolah dengan masyarakat. jadi, terlalu prematur dan mengada-ada kalau mencita-citakan perubahan akhlak siswa hanya melalui pembelajaran di kelas, apalagi hanya mengandalkan Pendekatan, strategi, atau model pembelajaran tertentu.



Laporkan · 14 Juli 2011 pukul 9:38

2 komentar:

  1. artikel yang sangat bermanfaat sekali.

  1. Terima kasih pak

Posting Komentar